Jumat, 10 Januari 2014

Akuntansi Persediaan

A. Pengertian Persediaan

1. Pengertian Umum
    Persediaan (inventory), adalah meliputi semua barang yang dimiliki perusahaan pada saat tertentu, dengan tujuan untuk dijual atau dikonsumsi dalam siklus operasi normal perusahaan. Aktiva lain yang dimiliki perusahaan, tetapi tidak untuk dijual atau dikonsumsi tidak termasuk dalam klasifikasi persediaan. Persediaan merupakan aktiva perusahaan yang menempati posisi yang cukup penting dalam suatu perusahaan, baik itu perusahaan dagang maupun perusahaan industri (manufaktur), apalagi perusahaan yang bergerak dibidang konstruksi, hampir 50% dana perusahaan akan tertanam dalam persediaan yaitu untuk membeli bahan-bahan bangunan.

2. Inventory Perusahaan Dagang
    Persediaan merupakan barang-barang yang dibeli oleh perusahaan dengan tujuan untuk dijual kembali dengan tanpa mengubah bentuk dan kualitas barang, atau dapat dikatakan tidak ada proses produksi sejak barang dibeli sampai dijual kembali oleh perusahaan.

3. Inventory Perusahaan Industri
    Pengertian persediaan untuk perusahaan industri adalah barang-barang atau bahan yang dibeli oleh perusahaan dengan tujuan untuk diproses lebih lanjut menjadi barang jadi atau setengah jadi atau mungkin menjadi bahan baku bagi perusahaan lain, hal ini tergantung dari jenis dan proses usaha utama perusahaan.

B. Metode Pencatatan Persediaan Barang
 
   Metode yang dapat digunakan dalam hubungannya dengan pencatatan persediaan ada dua, yaitu sebagai berikut ini.

1. Metode Stock Opname atau Metode Periodik (Fisik)


    Persediaan yang merupakan komponen cost of goods sold (CGS) maka perhitungan kuantitas persediaan yang dilakukan dengan stock opname tergantung dari kelengkapan data atau catatan dan perhitungan barang. Dengan cara ini perhitungan persediaan yang dibebankan pada CGS ada kemungkinan overstatement, karena hanya membandingkan dan menghitung jumlah barang yang dimiliki dikurangi dengan persediaan akhir. Sehingga kalau terjadi adanya barang yang hilang, rusak, menguap, turun kualitasnya dsb, maka hal ini bila tidak terungkap akan menyebabkan laporan laba–rugi tidak atau kurang informatif.
Karena tidak ada catatan mutasi persediaan barang maka harga pokok penjualan juga tidak dapat diketahui sewaktu-waktu. Harga pokok penjualan baru dapat dihitung apabila persediaan akhir sudah dihitung. Di samping itu, karena adanya kerugian-kerugian yang seharusnya
diperlukan sebagai kerugian extraordinary item, kemudian dengan perhitungan stock opname secara berkala tidaklah cukup sebagai dasar pembuatan keputusan yang bersifat manajerial secara cepat.
Perhitungan harga pokok penjualan dilakukan dengan cara sebagai berikut:

       Persediaan barang awal Rp xxx
       Pembelian xxx (+)
       Brg tersedia untuk dijual Rp xxx
       Persediaan barang akhir xxx (-)
       Harga Pokok Penjualan Rp xxx

2. Metode Perpetual

    Dalam metode perpetual ini terdapat kelemahan pada saat menentukan nilai dan jumlah barang, karena dengan metode pencatatan yang kontinyu ini berarti saldo persediaan setiap saat dapat diketahui, namun perlu diperhatikan bahwa dengan hanya menghitung jumlah barang bedasarkan catatan akan mengakibatkan nilai persediaan overstatement, karena adanya persediaan yang rusak dsb. Oleh karena itu yang lebih tepat dalam menentukan jumlah persediaan adalah kalau menggunakan metode gabungan antara metode perpetual dengan stock opname (metode fisik).

C. Masalah Pemilikan Persediaan Barang

1. Kepemilikan Persediaan dalam Perjalanan
Persediaan barang dalam perjalanan, meliputi pihak yang berhak menerima persediaan.
a. FOB (Free on Board) shipping point. Kepemilikan barang menjadi milik pembeli pada saat diserahkan penjual kepada penyelenggara transportasi atau pihak perusahaan pengirim barang yang independen.
b. FOB (Free on Board) destination point. Kepemilikan barang masih berada di penjual sampai barang tersebut diterima oleh pembeli.

2. Barang-barang yang Dipisahkan (Segregated Goods)
Kadang-kadang terjadi suatu kontrak penjualan barang dalam jumlah besar hingga pengirimannya tidak dapat dikirim sekaligus. Barang-barang yang dipisahkan tersendiri dengan maksud untuk memenuhi kontrak-kontrak atau pesanan-pesanan walaupun belum dikirim, haknya sudah berpindah kepada pembeli. Oleh karena itu pada tanggal penyusunan laporan keuangan jika ada barang-barang dipisahkan, harus dikeluarkan dari jumlah persediaan penjual dan dicatat sebagai penjualan. Begitu pula pembeli dapat mencatat pembelian dan menambah persediaan barangnya.

3. Barang Konsinyasi (Consignment Goods)
Dalam cara penjualan titipan, barang-barang yang dititipkan untuk dijualkan (dikonsinyasikan) haknya masih tetap pada yang menitipkan sampai barang-barang tersebut dijual. Sebelum barang-barang tersebut dijual masih tetap menjadi persediaan pihak yang menitipkan (consignor). Pihak yang menerima titipan (consignee) tidak mempunyai hak atas barang-barang tersebut sehingga tidak mencatat barang-barang tersebut sebagai persediaannya. Apabila barang-barang itu sudah dijual maka yang menerima titipan membuat laporan pada yang menitipkan. Pada waktu menerima laporan, pihak yang menitipkan mencatat penjualan dan mengurangi persediaan barangnya.

4. Penjualan Angsuran (Installment Sales)

Dalam penjualan angsuran, hak atas barang tetap pada penjual sampai seluruh harga jualnya dilunasi. Penjual akan melaporkan barang-barang tersebut dalam persediaannya dikurangi jumla yang sudah dibayar. Pembeli akan melaporkan barang-barang tersebut dalam persediannya sejumlah yang sudah dibayarkannya.
Apabila dianggap bahwa kemungkinan pembatalan penjualan tersebut kecil maka penjual dapat mengakuinya sebagai penjualan biasa yang diangsur dan pembeli dapat mencatatnya sebagai pembelian biasa yang pembayarannya diangsur. Ada beberapa cara penjualan angsuran di mana masing-masing cara akan ditentukan cara mencatatnya.

D. Metode Penentuan Harga Pokok Penjualan

1. Penilaian dengan pendekatan arus harga pokok (cost basic flow approach) ini terdapat dua sistem pencatatan persediaan yaitu sistem periodik dan sistem perpetual yang masing-masing ada tiga cara penilaian persediaan, yaitu:

a. FIFO (First in First Out), masuk pertama keluar pertama (MPKP)

Metode ini menyatakan bahwa persediaan dengan nilai perolehan awal (pertama) masuk akan dijual (digunakan) terlebih dahulu, sehingga persediaan akhir dinilai dengan nilai perolehan persediaan yang terakhir masuk (dibeli). Metode ini cenderung menghasilkan persediaan yang nilainya tinggi dan berdampak pada nilai aktiva perusahaan yang dibeli.

b. LIFO (Last In First Out), masuk terakhir keluar pertama (MTKP)

Metode ini menyatakan bahwa persediaan dengan nilai perolehan terakhir masuk akan dijual (digunakan) terlebih dahulu, sehingga persediaan akhir dinilai dan dilaporkan berdasarkan nilai perolehan persediaan yang awal (pertama) masuk atau dibeli. Metode ini cenderung menghasilkan nilai persediaan akhir yang rendah dan berdampak pada nilai aktiva perusahaan yang rendah.
c. Metode Rata-rata (average method)
Dengan menggunakan metode ini nilai persediaan akhir akan menghasilkan nilai antara nilai persediaan metode FIFO dan nilai persediaan LIFO. Metode ini juga akan berdampak pada nilai harga pokok penjualan dan laba kotor.

2. Penilaian Persediaan Selain Arus Harga Pokok
Dalam pendekatan ini ada tiga metode yang digunakan, yaitu:

a. Lower Cost of Market

Yaitu metode harga terendah antara harga pokok dan harga pasar. Metode ini dapat diterapkan dalam kondisi persediaan tidak normal, misalnya cacat, rusak dan kadaluarsa. Pokok dari metode ini adalah membandingkan nilai yang lebih rendah antara nilai
pasar (replacement value) dan nilai perolehan (cost). Nilai pasar yang akan dipilih harus dibatasi, yaitu tidak boleh lebih rendah dari batas bawah (floor limit) dan tidak boleh lebih tinggi dari batas atas (ceiling limit).

b. Gross Profit Method

Metode laba kotor ini bersifat estimasi dalam penilaian persediaannya. Biasanya diterapkan karena keterbatasan dokumen yang terkait dengan persediaan, misalnya karena terjadi bencana kebakaran dan banjir. Dasar penilaian persediaannya adalah pada persentase laba kotor perusahaan tahun berjalan atau rata-rata selama beberapa tahun. Langkah-langkah yang dilakukan adalah:
1) mengestimasi nilai penjualan tahun berjalan,
2) menghitung nilai harga pokok penjualan berdasarkan pada persentase laba kotor yang telah diketahui, dan
3) menghitung estimasi nilai persediaan akhir dengan mengurangkan harga pokok penjualan terhadap penjualan.

c. Retail Method
Metode eceran ini menilai persediaan akhir dengan cara menghitung terlebih dahulu nilai persediaan akhir berdasarkan eceran. Nilai persediaan akhir dengan harga pokok akan diketahui dengan cara menghitung rasio antara nilai persediaan yang tersedia untuk dijual dengan pendekatan harga pokok dibandingkan dengan pendekatan ritel.

E. Penilaian Persediaan Barang
Yang dimaksud dengan penilaian persediaan barang dagang adalah menentukan nilai persediaan yang dicantumkan dalam neraca. Persediaan akhir bisa dihitung harga pokokny menggunakan beberapa cara penentuan harga pokok persediaan akhir, tetapi nilai ini tidak terlalu nampak dalam neraca, jumlah yang ditampilkan dalam neraca tergantung pada metode penilaian yang digunakan.

1. Metode Harga Pokok
Dalam metode ini harga pokok persediaan akhir akan dicantumkan dalam neraca. Di sini tidak ada perbedaan antara harga pokok persediaan dan nilai persediaan dalam neraca. Harga pokok persediaan barang dapat dilakukan dengan cara MPKP (FIFO), rata-rata tertimbang, MTKP (LIFO) atau yang lain dan hasilnya dicantumkan dalam neraca tanpa perubahan. PSAK N0. 14 tidak membenarkan digunakannya metode harga pokok untuk menentukan nilai persediaan dalam neraca.

2. Metode Harga Pokok atau Nilai Realisasi yang Lebih Rendah
Nilai realisasi bersih merupakan batas maksimum yang diperkenankan untuk mencantumkan persediaan dan disebut batas atas (ceiling). Nilai realisasi bersih dikurangi laba normal merupakan batas minimum di mana nilai persediaan barang tidak boleh lebih rendah.
Untuk menentukan dengan nilai berapakah persediaan barang yang akan dicantumkan dalam neraca, pertama kali dibandingkan antara harga pokok dengan nilai realisasi bersih, dipilih yang lebih rendah. Jumlah yang lebih rendah tersebut kemudian dibandingkan dengan batas atas dan batas bawahnya. Apabila jumlah yang lebih rendah tersebut masih dalam batas-batas atas dan bawah maka nilai persediaan dalam neraca adalah jumlah yang lebih rendah tersebut. Tetapi apabila jumlah yang lebih rendah tersebut di luar batas atas dan batas bawah, maka persediaan akan dinilai dengan batas atas atau batas bawah.

cukup sekian y
semoga membantu
by : Heru Setiawan